Makiyah Madaniyah



Oleh: Hindun
Pengetahuan dan kajian tentang ayat Makki dan Madani itu amat penting untuk mengesan metod dakwah serta peringkat dakwah Rasullullah, sama ada untuk masyarakat Arab Mekah atau Madinah atau masyarakat setempat atau orang kafir Musyrik atau Ahli Kitab dan Mukmin seluruhnya. Konteks lain juga, penelitian tentang Makki dan Madani dapat memberi pengetahuan kepada kita bahawa dakwah yang disampaikan oleh Rasullulah melalui peneurunan ayat al-Quran adalah begitu teliti. Kajian itu meliputi mengenai tempat turunnya ayat dan waktunya.
Oleh sebab itu, apabila seseorang itu mengkaji dan meneliti ayat-ayat al-Quran , pasti ia akan dapati kreteria ayat-ayat Makkah dan Madani adalah berbeda, sama ada dari sudut gaya bahasanya, irama juga maknanya. Contohnya, ayat yang diturunkan di Mekkah sewaktu masyarakat Arab Jahiliyyyah masih bergelumang dengan amalan penyembahan berhala serta untuk pembentukkan akidah mereka. Untuk itu, ayat yang diturunkan di Mekah dengan gaya bahasa yang tegas dan keras untuk membantah kepercayaan mereka terhadap berhala. Seterusnya al-Quran menarik mereka kepada tauhid dan megEsakan Allah dengan membawa ancaman neraka serta peringatan terhadap segala pendustaan. Antara lain juga, kerana masyarakat Arab Mekah waktu itu memiliki kefasihan dan bahasa Arab yang tinggi.seperti untuk menurunkan untuk mencela dan membantah masyarakat Arab Jahiliyah yang mengingkari kehidupan sesudah mati dan hari Akhirat. Sebagaimana firman Allah :


Artinya: "Adakah sesudah kita mati serta menjadi tanah dan tulang, Adakah kita akan dibangkitkan hidup semula?”

A.    Pengertian Ayat Makkiyah Dan Madaniyah
Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam memaknai makkiyah dan madaniyah karena terdapat segi-segi dalam memberikan arti, segi tersebut antara lain:
1.      Dari segi masa turunnya (tartib zamany). Ada yang berkata: “makky, yang turun sebelum Rasul hijrah ke Madinah walaupun turunnya bukan di kota Makkah. Madany yang turun sesudah hijrah walaupun di Makkah. ”
2.      Dari segi tempat turunnya (tahdid makany). Ada yang berkata: “makky, ialah yang turun di Makkah, walaupun sesudah hijrah. Dan madany, ialah yang turun di Madinah. ”
3.      Dari segi topik yang dibicarakan (tahwil maudhu-y). Ada yang berkata: “makky, ialah yang menjadi khitbah (ditujukan) kepada penduduk Makkah dan madany ialah yang menjadi khitbah (ditujukan) bagi penduduk Madinah”
4.      Dari segi orang-orang yang dihadapinya (ta’yin syakhsyi).[1]
Agar tidak terjadi kebingungan dalam memaknai makkiyah dan madaniyah, ada baiknya kita lihat potongan ayat Al-Qur’an yaitu surat al-hujurat ayat 13, Allah berfirman:

Artinya: “wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan kami telah menjadikan kamu berbangsabangsa dan berpuak-puak (bersuku bangsa) supaya kamu saling mengenal…” (q. S. Al-hujurat: 13).
Dalam buku teuku Muhammad hasbi ash-shiddieqy dijelaskan bahwa jika ditinjau dari segi tempat turunnya, ayat ini turun di Madinah.Jika kita tinjau dari segi masanya, ayat ini turun pada tahun pengalahan Makkah sesudah hijrah.Dan jika ditinjau dari segi orangnya, maka ayat ini ditujukan kepada penduduk Makkah.Sedangkan jika kita memperhatikan maudhu’nya maka tujuan ayat ini ialah mengajak manusia berkenal-kenalan dan mengingatkan manusia bahwa asal usul mereka adalah satu.[2]
Oleh karenanya ayat ini tidak dikatakan ayat makkiyah secara mutlak dan tidak dimasukkan ke dalam ayat madaniyah secara mutlak.Ayat ini dimasukkan ke dalam ayat yang turun di Madinah sedang hukumnya digolongkan ke dalam ayat-ayat yang turun di Makkah.
Dari sini kita lebih mengutamakan pembagian secara masa (tartib zamany), karena inilah yang tidak dapat diragukan.Mengenai orang dan maudhu’nya, maka hal itu merupakan urusan kedua yang berpautan dengan tartib zamany itu.
Dari uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa memang sulit untuk memaknai makkiyah dan madaniyah secara khusus, karena hal ini juga menjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama.Akan tetapi yang biasa dan umum digunakan untuk memaknai makkiyah dan madaniyah ialah dari segi masa turunnya (tartib zamany).

B.     Karakteristik Ayat Makkiyah
Turunnya surat-surat makiyyah lamanya 12 tahun, 5 bulan, 13 hari, dimulai pada 17 ramadhan 40 tahun usia Nabi (Februari 610 M).
Para ulama telah meneliti surat-surat makky dan madany, dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakan. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri tersebut. Adapun ketentuan makky ialah:
1.      Setiap surat yang di dalamnya mengandung “sajdah”.
2.      Setiap surat yang mengandung lafal “kalla”, lafal ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Qur’an. Dan disebutkan dalam tiga puluh tiga kali dan lima belas surat.
3.      Setiap surat yang mengandung seruan ya-ayyuhan naasu dan tidak mengandung ya-ayyuhalladzina amanu, terkecuali surat al-hajj yang akhirnya terdapat ya-ayyuhalladzina amanu irka’u wasjudu (QS al-hajj: 77). Namun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat makky.
4.      Setiap surat yang mengandung kisah para Nabi dan umat terdahulu kecuali surat al-baqarah.
5.      Setiap surat yang mengandung kisah adam dan iblis, kecuali surat al-baqarah.
6.      Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf hijaiyah, seperti alif lam mim, alif lam ra, ha mim dan lain-lain. Terkecuali surat al-baqarah dan ali imran, sedangkan surat ar-rad masih diperselisihkan.[3]
Sedang dari segi ciri tema dan gaya bahasa atau bisa juga disebut sebagai keistimewaan ayat makkiyah dapat diringkas sebagai berikut:
1.      Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.
2.      Penetapan dasar-dasar ibadah dan mu’amalah (pidana), etika, keutamaan-keutamaan umum. Diwajibkannya shalat lima waktu, juga diharamkan memakan harta anak yatim secara zalim, sebagaimana sifat takabur dan sifat angkuh juga dilarang, dan tradisi buruk lainnya.[4]
3.      Menyebutkan kisah Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang-orang yang mendustakan agama sebelum mereka; dan sebagai hiburan bagi Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka.[5]
4.      Suku katanya pendek-pendek disertai dengan kata-kata yang mengesankan, pernyataannya singkat, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun meyakinkan.[6]

C.    Karakteristik Ayat Madaniyah
Diantara ciri khusus dari surat-surat madaniyah ialah:
1)      Setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi).
2)      Setiap surat yang di dalamnya disebutkan tentang orang-orang munafik, terkecuali surat al-ankabut yang diturunkan di Makkah adalah termasuk surat makkiyah.
3)      Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog antara ahli kitab[7], seperti dapat kita dapati dalam surat al-baqarah, an-nisa, ali imran, at-taubah dan lain-lain.[8]
Adapun keistimewaan yang terdapat pada surat madaniyah antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an berbicara kepada masyarakat Islam Madinah, pada umumnya berisi tentang penetapan hukum-hukum, yang meliputi penjelasan tentang ibadah, mu’amalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasional baik diwaktu damai maupun perang, dan lain lain.[9]
2.      Seruan terhadap ahli kitab dari kalangan yahudi dan nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.[10]
3.      Di dalam masyarakat Madinah tumbuh sekelompok orang-orang munafik, lalu Al-Qur’an membicarakan sifat mereka dan menguak rahasia mereka. Al-Qur’an menjelaskan bahaya mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, serta membeberkan media-media, tipuan-tipuan, serta strategi mereka untuk memperdaya kuam muslim. Di Makkah tidak terdapat kaum munafik, karena saat itu umat Islam sedikit, lemah, sementara orang-orang kafir secara terang-terangan memerangi mereka.[11]
4.      Pada umumnya ayat-ayat dan surat-suratnya panjang dan untuk menggambarkan luasnya akidah dan hukum-hukum Islam. Orang-orang Madinah adalah orang-orang Islam yang menerima dan mendengarkan al Qur’an.

D.    Manfaat Mengetahui Ayat Makky Madany
1.      Mengetahui bahwa sastra Al-Qur’an berada pada puncak keindahan sastra, yaitu ketika setiap kaum diajak berdialog yang sesuai dengan keadaan obyek yang didakwahi; dari ketegasan, kelugasan, kelunakan dan kemudahan.
2.      Mengetahui hikmah diturunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur, yaitu prioritas kondisi obyek yang didakwahi serta kesiapan mereka dalam menerima dan mentaatinya.
3.      Sebagai pendidikan dan pengajaran bagi para muballigh serta pengarahan mereka untuk mengikuti kandungan dan konteks Al-Qur’an dalam berdakwah, yaitu dengan mendahulukan yang terpenting di antara yang penting serta menggunakan ketegasan dan kelunakan pada tempatnya masing-masing.
4.      Membedakan antara nasikh dan mansukh ketika terdapat dua buah ayat makkiyah dan madaniyah, maka lengkaplah syarat-syarat nasakh karena ayat madaniyah adalah sebagai nasikh (penghapus) ayat makkiyah disebabkan ayat madaniyah turun setelah ayat makkiyah.
5.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menfsirkan Al-Qur’an.
6.      Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an.
7.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menfsirkan Al-Qur’an.
8.      Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an.

E.     Cara Menentukan Makki Dan Madani
Untuk mengetahui dan menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara utama. Manhaj sima`i naqli (metode pendengaran seperti apa adanya) dan manhaj qiyasi ijtihadi (menganalogikan dan ijtihad).
1.      Cara sima'i naqli: Didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu atau dari para tabi`in yang menerima dan mendengar dari para sahabat bagaimana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan makki dan madani itu didasarkan pada cara pertama ini. Dan contoh-contoh tadi adalah yang paling sesuai. Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab tafsir bil ma`tsur, kitab asbabun nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai ilmu-ilmu Al Qur`an.
2.      Cara qiyasi ijtihadi: Didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apabila dalam surat makki terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau mengandung peristiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani dan sebaliknya. Bila dalam satu surat terdapat ciri-ciri makki, maka surat itu dinamakan surat makki. Juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.

F.     Pembagian Surat-Surat Ke Dalam Makky Dan Madany
Berikut ini adalah nama-nama surat dalam Al Qur-an dan pembagiannya ke dalam kategori Makkiyah dan Madaniyah, sesuai dengan pendapat jumhur (mayoritas ulama):



Surat-Surat Makkiyah Dan Madaniah Yang Disepakati Ada 20 Surat:

1.      Al-Baqarah
2.      Ali 'Imran
3.      An-Nisa' 
4.      Al-Ma'idah
5.      Al-Anfal
6.      At-Taubah
7.      An-Nur
8.      Al –Ahzab
9.      Muhammad
10.  Al-Fath
11.  Al- Hujrat
12.  Al-Hadid
13.  Al-Mujadilah
14.  Al-Hashr
15.  Al-Mumtahinah
16.  Al-Jumuah
17.  Al-Munafiqun 
18.  Al-Talaq
19.  At-Tahrim 
20.  An-Nasr


Dan Ada Perbedaan Pendapat Pada 12 Surat:

1.      Al-Fatihah
2.      Al-Rad
3.      Al-Rahman
4.      Al-Saff
5.      Al-Tagabun
6.      Al-Mutaffifin
7.      Al-Qadar
8.      Al-Bayyinah
9.      Al-Zalzalah
10.  Al-Ikhlas
11.  Al-Falaq
12.  Al-Nas


Nama-Nama Surat Makkiyah Berdasarkan Urutan Turunnya:

1.      Al'alaq
2.      Al-Qalam
3.      Al-Muzammil
4.      Al-Muddatstsir
5.      Al-Fatihah
6.      Al-Masab
7.      Al-Lahab
8.      At-Takwir
9.      Al-A'la
10.  Al-Lail
11.  Al-Fajr
12.  Adh-Dhuha
13.  Al-Insyirah
14.  Al-'Ashr
15.  Al-Aadiyat
16.  Al-Kautsar
17.  At-Takatsur
18.  Al-Ma'un
19.  Al-Kafirun
20.  Al-Fiil
21.  Al-Falaq 
22.  An-Nas
23.  Al-Ikhlas
24.  An-Najm
25.  'Abasa 
26.  Al-Qadar 
27.  Asy-Syamsu 
28.  Al-Buruj
29.  At-Tin 
30.  Al-Quraisy 
31.  Al-Qariah
32.  Al-Qiyamah
33.  Al-Humazah
34.  Al-Mursalah
35.  Qaf
36.  Al-Balad
37.  Ath-Thariq
38.  Al-Qamar
39.  Shad
40.  Al-A'raf
41.  Al-Jin
42.  Yaasin
43.  Al-Furqan
44.  Fathir
45.  Maryam
46.  Thaha
47.  Al-Waqi'ah
48.  Asy-Syura
49.  An-Naml
50.  Al-Qashash
51.  Al-Isra 
52.  Yunus
53.  Hud
54.  Yusuf 
55.  Al-Hijr
56.  Al-An'am
57.  Ash-Shaffat
58.  Lukman
59.  Saba'
60.  Az-Zumar
61.  Ghafir
62.  Fushshilat
63.  Asy-Syura
64.  Az-Zukhruf
65.  Ad-Dukhan
66.  Jatsiyah
67.  Al-Ahqqaf
68.  Adz-Dzariyah
69.  Al-Ghasyiyah
70.  Al-Kahf
71.  An-Nahl
72.  Nuh
73.  Ibrahim
74.  Al-Anbiya
75.  Al-Mu'minun
76.  As-Sajdah
77.  Ath-Thur
78.  Al-Mulk
79.  Al-Haqqah
80.  Al-Ma'arij
81.  An-Naba'
82.  An-Nazi'at
83.  Al-Infithar
84.  Al-Insyiqaq
85.  Ar-Rum
86.  Al-Ankabut
87.  Al-Muthaffifin
88.  Al-Zalzalah
89.  Ar-Rad
90.  Ar-Rahman
91.  Al-Insan
92.  Al-Bayyinah


Nama-Nama Surat Madaniyah Berdasarkan Urutan Turunnya:

1.      Al-Baqarah
2.      Al-Anfal 
3.      Ali 'Imran 
4.      Al-Ahzab 
5.      Al-Mumtahanah 
6.      An-Nisa' 
7.      Al-Hadid 
8.      Al-Qital
9.      Ath-Thalaq 
10.  Al-Hasyir
11.  An-Nur 
12.  Al-Hajj
13.  Al-Munafiqun
14.  Al-Mujadalah
15.  Al-Hujurat
16.  At-Tahrim
17.  At-Taghabun
18.  Ash-Shaf
19.  Al-Jum'at
20.  Al-Fath
21.  Al-Ma'idah 
22.  At-Taubah 
23.  An-Nash


G.    Kesimpulan
Dari uraian makalah ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Dalam memaknai makkiyah dan madaniyah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam memberikan penafsiran atas ayat-ayat Al-Qur’an.
2.      Meskipun terjadi perbedaan dalam memberi makna makkiyah dan madaniyah akan tetapi para ulama mampu memberikan kekhususan-kekhususan yang menjadi ciri ayat makkiyah dan madaniyah untuk membedakan keduanya.
3.      Diantara ciri yang paling tampak dari ayat makkiyah adalah ayat-ayatnya banyak berisi tentang ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan keadaannya yang menakutkan, neraka dan siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayatayat kauniah, disamping itu ayat dan suratnya pendek-pendek.
4.      Berbeda dengan ayat makkiyah, ciri yang paling tampak dari ayat madaniyah ialah mulai ditetapkannya ketentuan dan hukum-hukum Islam karena pada saat itu bangunan Islam telah kokoh sehingga umat Islam akan lebih mudah menerima apa yang datang dari Islam, dan ayat serta suratnya lebih panjang disbanding dengan ayat makkiyah.

H.    Daftar Pustaka
Al Qur’an Dan Terjemahnya
Shahih Bukhari
Shahih Muslim
Al-Qattan, Manna Khalil.Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Cet. Iii, Diterbitkan Oleh Mansyurat Al-Asr Al-Hadis, 1973. Edisi Bahasa Indonesia Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Terj. Drs. Mudzakir As. Cet. Ii. Jakarta: Pt Pustaka Litera Antarnusa. 1994.
Ar-Rumi, Fahd Bin Abdurrahman.Ulumul Qur’an (Studi Kompleksitas Al¬Qur’an).Terj. Amirul Hasan Dan Muhammad Halabi. Cet. I Yogyakarta: Titian Ilahi. 1996.
Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi.Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Ilmu-Ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an). Semarang: Pt Pustaka Rizki Putra. 2002.
Al-Utsaimin, Muhammad Bin Shalih. Ushuulun Fi At-Tafsir Edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir. Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qurusy.


[1] Teuku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an), (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 62 
[2] Ibid hal 64
[3] Dr. Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi, Ulumul Qur’an (Studi kompleksitas Al-Qur’an), Terj. Amirul Hasan dan Muhammad Halabi, (Cet. I Yogyakarta: Titian Ilahi, 1996). Hlm173. 
[4] ibid
[5]Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulumil Qur’an (cet. Iii, diterbitkan oleh mansyurat al-asr al-hadis, 1973), terj. Drs. Mudzakir as, studi ilmu-ilmu Qur’an (cet. Ii, jakarta: pt pustaka litera antarnusa, 1994), hlm, 87.
[6] ibid,
[7]Ibid.
[8]Teuku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, hlm. 82. 
[9]Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulumil Qur’an, hal 87
[10] ibid
[11] Dr. Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi, Ulumul Qur’an, hlm. 175 

0 komentar:

Posting Komentar